Otoplasa.com – Bagi warga Jawa Timur mungkin telah mengenal jalur ekstrim pegunungan Cangar, terutama yang akan menuju ke Batu dari arah Pacet, Mojokerto. Di situ pengemudi maupun pengendara kendaraan akan menjumpai jalur yang belok ke kiri secara tajam, yang langsung menanjak sangat terjal sejauh beberapa puluh meter.
Bagi kendaraannya yang mumpuni dan ditunjang dengan keahlian mengemudi yang piawai tentu bukan masalah. Namun bilamana kendaraannya kurang prima, kerap sekali tak kuat menanjak hingga berakhir dengan kecelakaan tragis. Kendaraan mundur hingga jatuh ke jurang dan menimbulkan korban jiwa. Tak mengherankan Cangar dicap sebagai jalur tengkorak.
Itu baru Cangar, lalu bagaimana dengan lintasan Pegunungan Lio, Salem, Brebes Jawa Tengah?
Mungkin inilah yang paling ekstrim dan keangkerannya bisa berlipat-lipat dibandingkan Cangar. Terlalu ekstrimnya Pegunungan Lio, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) pernah menyatakan bahwa ini adalah jalur paling berbahaya dan menyarankan masyarakat supaya menghindar. KNKT menegaskan bilamana tak hafal medan dan kondisi kendaraan kurang mendukung lebih baik melewati jalur alternatif yang lain.
Otoplasa pun sempat mencicipi angkernya jalur lintasan Pegunungan Lio bersama DFSK Glory 560 dari Manang Sejahtera Abadi (MSA) diler DFSK Jatim, September 2020 lalu. Waktu itu mengawal perjalanan mantan atlet balap sepeda internasional, Tarwi pada event ‘Tour de Java is Back 2020 with Tarwi’ yang berangkat dari Surabaya – Jakarta sejauh total 1.100 km. Berangkat dari etape ke-4, Purwokerto – Cirebon, idealnya melewati jalan propinsi atau yang biasa dilewati kendaraan umum maupun pribadi.
Namun rencana berantakan karena ada kemacetan super parah di Ajibarang. Bayangkan menurut petugas polantas yang mengatur lalu lintas ketika itu panjang kemacetan mengular hingga sejauh 10 km lebih. Ini karena ada truk yang mengalami patah as dan jumlahnya ada dua unit, yang membikin simpul kemacetan dari kedua arah.
Bila Tarwi bisa lolos melewati kemacetan dengan cara membopong sepeda carbon United-nya yang hanya berbobot 7 kg, maka kami tim pengawal yang menaiki DFSK Glory 560 harus mencari jalur alternatif. Dan pilihan yang tampak di peta GPS kami dan sesuai arahan petugas dan masyarakat setempat, kami harus melewati jalur Pegunungan Lio, Brebes.
Tak kuat menanjak!
Berbekal peta digital kami pun menuju arah yang dimaksud. Awalnya jalan yang dilewati adalah khas pedesaan dengan sawah maupun pematang di kiri kanan. Usai menempuh puluhan km, jalanan mulai menanjak dan kami merasakan performa mesin 1500 cc turbo cvt dari DFSK Glory 560 mulai kedodoran.
Pada awalnya tuas persneling di posisi D, mulai Otoplasa geser ke manual dan menancapkannya di gigi 1. Gawatnya ketika di gigi 1, injakan pedal gas seakan tak selaras dengan laju mobil. SUV asal China ini benar-benar tak kuat melahap tantangan tanjakan pembuka Pegunungan Lio.
Kami empat orang di dalam kabin pun mulai panik dan memutuskan AC dimatikan. Sayangnya langkah ini pun tak membuahkan hasil. Kendaraan hanya mampu berjalan 2 meter dan seakan berhenti di tempat. Kami pun turun tiga orang dan memberikan aba-aba peringatan bila ada kendaraan dari arah belakang maupun dari depan. Sontak di kabin pun kini ada Otoplasa sendiri dan sekali lagi masih kesulitan untuk menanjak!
Panik dengan ketidak-mampuan DFSK Glory 560, kami pun beristirahat. “Mungkin kita berhenti dulu sambil mendinginkan mesin sekalian kapnya dibiarkan terbuka,” kata Amin, yang merupakan mantan kameramen JTV.