Otoplasa.co – Untuk sebagian besar orang, potong rambut adalah hal yang biasa. Namun bagi Keluarga Besar Sanggramawijaya, itu merupakan tradisi ritual larung menuju ke etape kesempurnaan.
Dimana sebagai penanda resminya penerus tahta Nurhikmah Putra Jaya. Terlalu mendalamnya filosofi inilah maka ketika prosesi potong rambut ada iringan alunan gamelan Jawa yang menyertai kidung ‘Rumekso Ing Wengi’ serta adanya semerbak aroma dupa cendana. Seluruhnya lengkap dengan atribut yang dikenakan oleh Sang Pangeran.
Sebagai pengingat, Indonesia pun memiliki catatan sejarah betapa sangat berartinya tradisi potong rambut. Dan pelakunya bukan orang sembarangan. Sebut saja apa yang dilakukan Aru Palakka pada 1672 di atas Gunung Cempalagi, Bone, setelah kemenangannya atas Makassar. Hingga kiprah Pangeran Diponegoro, yang pernah nazar di Rejasa, Kaki Gunung Merapi, bakal memotong rambutnya saat memenangkan pertempurannya melawan Belanda. Jadi ritual potong rambut dan larung ini, mempresentasikan perilaku pujangga dan pejuang tanah air, usai memenangkan peperangan, serta keberhasilan menjalankan misi besar.
Bila ditelusuri lebih mendalam, merupakan bentuk sikap dan nurani pribumi Jawadwipa, dalam meneruskan tradisi Mataram kuno, era Panembahan Senopati, dalam melaksanakan ritual larung rikma (potongan rambut). Dan berlanjut di masa Susuhunan Pakubuwono 1 pada 1715, jadi sangatlah masuk akal bahwa ritual ini begitu terjaga kesakralan dan eksistensinya.
Selain itu sebagai apresiasi kepada para pelantaran atau leluhur dan penguasa, atas kesejahteraan, kemakmuran dan keselamatan, yang senantiasa dilimpahkan. Sehingga di keluarga besar Sanggramawijaya, tradisi maupun ritual potong rambut merupakan tanda menuju kesempurnaan. Dengan kata lain menandai diturunkannya tongkat komando secara penuh, kepada sang Pangeran, yang identik dengan strategi dan pemikiran brilian.
Alhasil berperan sebagai penerus tahta Nurhikmah Putra Jaya Group dan kejayaan keluarga besar Sanggramawijaya, ini juga menjadi dharma bhakti seorang anak kepada orang tua, agar bisa lebih nyaman menikmati hidup, khususnya menjelang masa senja.
Jadi interprestasi ini pulalah yang semakin mempertegas, betapa begitu kuatnya keyakinan keluarga besar Sanggramawijaya, terhadap tumindak pribumi Jawadwipa. Yang tentunya berujung kepada wejangan, “Dadi Wong Jowo Ojo Ilang Jawane, Kudu Ngerti Eling Sangkan Paraning Dumadi”.
Yang diartikan sebagai asal dan tujuan hidup, kembali pada diri sejati, atau singgasana sejati. Selanjutnya menuju ke fase tingkat kedalaman batin, bebas konflik dan prasangka, yang tiba saatnya akan dilalui umat-Nya, oleh pengawalan Batara Ismaya, yang disimbolkan dalam sosok Semar. Hingga sanggup melumerkan duniawi dan mengakurkan pikiran positif negatif, saat dihadapkan jagad Gumelar.
Seperti yang kerap disampaikan oleh sang Pangeran, betapa indahnya kesempurnaan dan ketenangan batin. Hingga ketika dia memasuki pertambahan usia matang beberapa waktu lalu.
“Saya pribadi, makin kesini selalu terbawa oleh rasa syukur, mengalah dan selalu mencerminkan perilaku “easy going”. Sesekali sifat manusiawi kadang juga muncul, tapi selalu saya paksa untuk akur, meski berujung mengingkari hati nurani,” senyum pria bergelar Dewa Motocross Indonesia itu.
Dengan tampilan rambut baru ini, sontak medsos The Real Man, diberondong berbagai tanggapan para loyalis dan fans. Seiring dengan banjirnya beribu-ribu doa terbaik, yang dipanjatkan menjadi penghantar Sang Pangeran, menemukan serpihan hati yang terjedah oleh ingkar.
“Mungkin juga atas kehendak dan petunjuk-Nya, agar tak sampai memicu kesenjangan dan perang bintang,” komentar orang dalam Nurhikmah Putra Jaya Group. (boi)
Cek artikel www.otoplasa.co yang lain di Google News