Otoplasa.co, Le Mans – Bermodalkan spek motor pabrikan terkini dan ditunjang SDM yang mumpuni, ternyata masih belum cukup mengantarkan pembalap Pertamina Enduro VR46 Team bersaing di barisan depan. Fabio Di Giannantonio yang menaiki Ducati GP25 sama dengan Marc Marquez dan Francesco Bagnaia, terbukti terlalu banyak omon-omon mengingat dia kerap kali sesumbar bisa bersaing dengan Marc Marquez.
Demi menarik simpati dari Valentino Rossi, Di Giannantonio jelas-jelas pernah berjanji dan mengucapkan dengan motor yang sama spesifikasinya, dia akan mampu mengimbangi dan mengalahkan The Baby Alien. Hanya saja ucapan tak semudah kenyataan, justru dia kini mengakui bahwa talenta dan bakat Marc berbeda, alias susah ditiru.

“Saya rasa kami punya pembalap, tim, dan motor untuk selalu berada di tiga besar setiap akhir pekan. Bukan sombong, tapi ini hal benar,” kata pembalap asal Italia itu.
“Tim saya luar biasa, dan motor kami adalah motor yang sama seperti milik Marc Marquez. Saya yakin kami bisa tampil hebat, tapi masih ada detail kecil yang perlu kami perbaiki,” jelas Di Giannantonio, yang semakin menambah catatan panjang omon-omonnya.
Di Giannantonio bahkan menegaskan motor Ducati dirancang bukan hanya untuk Marquez. Walapun dia sendiri di Sprint mampu finis ketujuh setelah start dari posisi ke-17, dimana hasil ini tak mampu menutupi kenyataan pahit bahwa ia masih tertinggal dari duo Marquez, yang tampil dominan.
Hal senada juga dialami rekan setimnya di Pertamina Enduro VR46, Franco Morbidelli, yang terpampang jelas mengalami penurunan performa signifikan. Start dari posisi kesembilan, ia merosot ke posisi 15 karena kesalahan teknis saat start, menjadikannya tampil kompetitif pupus lebih awal.
Terkait anggapan bahwa Ducati kini lebih cocok untuk gaya balap Marc Marquez, Diggia menegaskan bahwa motor Desmosedici bukanlah hasil revolusi instan. “Ini motor yang dikembangkan bertahun-tahun oleh Pecco dan tim penguji. Marc memang tampil kuat, karena dia sangat berbakat, tapi tidak serta merta kami semua harus mengendarai seperti dia. Ini motor yang membawa gelar juara dunia berturut-turut,” tegasnya.
Di Giannantonio juga mengungkapkan bahwa dirinya dan tim masih mencari setelan dasar yang tepat. Meski telah melakukan perubahan besar pada motor, mereka belum menemukan paket ideal untuk menunjang performanya secara konsisten. Terlebih Franco Morbidelli menambahkan untuk bertahan di depan, harus siap ambil resiko.
Morbidelli mengakui pengalaman balapan pertama di Le Mans sangat berat. Kesalahan teknis saat start, di mana ia terlambat mengaktifkan perangkat penurun suspensi depan, menjadikannya kehilangan banyak posisi di awal balapan. “Saya terlambat mengaktifkan front lowerer dan akhirnya melepas kopling tanpa persiapan. Saya juga menekan gas lebih ringan karena tahu saya tidak dalam posisi start yang ideal,” jelas Morbidelli.
Masalah tak berhenti di situ. Kurangnya grip di bagian belakang membuatnya kesulitan mempertahankan kecepatan yang diharapkan. Meski demikian, Morbidelli berusaha mengambil sisi positif dari Sprint Race sebagai bekal menghadapi Grand Prix pada hari Minggu.
“Balapan hari ini memberi kami data penting. Meskipun saya hanya melahap sedikit lap akhir pekan ini, Sprint ini akan sangat membantu,” ujarnya.
Ketika ditanya soal seringnya ia terjatuh musim ini, Morbidelli menanggapi dengan santai namun jujur. “Untuk bisa bertahan di depan, kamu harus ambil risiko. Semua pembalap terdepan crash: Bagnaia, Marc Marquez, Alex Marquez, dan saya juga. Yang di depan harus ambil risiko, dan yang di depan saya, sebaiknya crash juga. Kenapa tidak?” selorohnya sambil tersenyum.
Morbidelli juga memberikan pujian kepada Fermin Aldeguer, rookie yang berhasil meraih podium pertamanya. “Fermin sudah tampil kencang sejak beberapa seri lalu. Saya tak kaget lagi sekarang,” pungkasnya.
Jadi kapan nih bisa head to head dengan duo Marquez, terlebih Fermin Aldeguer kini seakan menyatu dengan motor Ducati? (boi)