Beyond The Auto's Enthusiasm
IndeksContact Us

Pelaku Usaha Tanjung Perak Tolak Pembatasan Operasional Truk Saat Angkutan Lebaran 2025

16 hari (24 Maret - 8 April 2025)

Pelaku Usaha Tanjung Perak

Otoplasa.co, Surabaya – Kebijakan pembatasan operasional truk selama masa angkutan Lebaran (Angleb) 2025 mendapat penolakan keras dari pelaku usaha di Pelabuhan Tanjung Perak. Keputusan tersebut, yang tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) beberapa instansi terkait, dinilai akan berdampak negatif terhadap aktivitas ekspor-impor dan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang ditargetkan mencapai 5-6 persen pada tahun 2025.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, H. Adik Dwi Putranto, menegaskan bahwa pembatasan operasional truk selama 16 hari, mulai 24 Maret hingga 8 April 2025, akan mengganggu arus logistik di pelabuhan. “Ekspor-impor itu sudah terjadwal. Jika truk tidak boleh beroperasi, maka kapal juga tidak bisa sandar. Akibatnya, biaya demurrage akan meningkat dan menyebabkan kekacauan yang merugikan pengusaha serta pemerintah daerah,” ujarnya, Kamis (13/3/2025).

Senada dengan Adik, Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) khusus Tanjung Perak, Kodi Lamahayu Fredy, juga menyatakan ketidaksetujuannya. Menurutnya, pembatasan hingga 16 hari terlalu lama dan akan berdampak pada kesejahteraan sopir, pengusaha truk, tenaga kerja bongkar muat (TKBM), serta buruh pabrik. “Kami mohon pembatasan operasional tetap seperti biasanya, yakni H-3 hingga H+1 Lebaran. Jika truk berhenti terlalu lama, maka ekspor-impor tidak bisa berjalan dan biaya demurrage kapal akan membengkak,” katanya.

Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jatim, Isdarmawan Asrikan, menambahkan bahwa kebijakan ini akan sangat berdampak pada ekosistem logistik. “Truk merupakan bagian vital dalam rantai logistik ekspor-impor. Jika aktivitas pengiriman barang terhenti selama 16 hari, maka produksi industri akan terganggu dan biaya operasional akan meningkat,” jelasnya.

Hal serupa diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jatim, Sebastian Wibisono. Ia mempertanyakan apakah pemerintah telah melakukan kajian mendalam sebelum mengeluarkan SKB tersebut. “Kebijakan ini seharusnya tidak hanya sekadar copy-paste dari tahun sebelumnya. Saat ini, kita menghadapi situasi ekonomi yang berbeda, di mana harga barang sedang turun akibat deflasi,” tuturnya.

Sebastian juga berharap Kadin Jatim dapat mengupayakan diskresi di tingkat daerah. “Pemerintah daerah, melalui Dinas Perhubungan dan kepolisian, seharusnya bisa menyesuaikan aturan sesuai dengan karakteristik mudik di masing-masing wilayah,” tambahnya.

Sementara itu, Ketua Indonesia National Shipowners Association (INSA) Surabaya, Stenven Hendry Lesawengan, menyoroti dampak kebijakan ini terhadap industri pelayaran. “Di Pelabuhan Tanjung Perak dan Gresik, ada sekitar 120 kapal yang beroperasi setiap hari. Jika operasional pelabuhan terhenti selama 16 hari, maka biaya charter kapal yang mencapai 1,2 juta USD akan terus berjalan tanpa pemasukan. Belum lagi biaya bahan bakar dan gaji awak kapal yang tetap harus dibayar,” ujarnya.

Dengan mempertimbangkan dampak besar terhadap perekonomian daerah, Ketua Forum Asosiasi Kepelabuhanan Tanjung Perak berharap adanya solusi yang lebih bijak. “Kami berharap kolaborasi antara Kadin dan Pemprov Jatim yang telah terjalin selama lima tahun terakhir dapat menghasilkan keputusan yang lebih fleksibel. Kami juga berharap Gubernur Khofifah dan Wakil Gubernur Emil dapat melihat permasalahan ini secara substantif,” pungkas Stenven. (rom)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *